Minggu, 22 Agustus 2010

NGABUBURIT

Ngabuburit merupakan aktivitas  lintas generasi yang begitu kentara di waktu-waktu menjelang berbuka puasa. Beragam kegiatan yang bersifat menghibur, mendidik dan tak sedikit yang atraktif terlihat di hampir setiap tempat. Umumnya, ngabuburit identik dengan bermain, bersantai, jalan-jalan untuk sekedar mengalihkan perhatian menunggu bedug maghrib. Ngabuburit bersama keluarga, terutama si buah hati pasti sangat mengasyikkan. Si kecil yang masih balita dan baru belajar berpuasa tentu sangat bersemangat bila diajak ngabuburit. Banyak cara sederhana dan irit untuk ngabuburit bersama sang buah hati, bisa dilakukan sambil bermain tetapi tetap ada unsur edukatifnya. Sejujurnya, saya menulis ini terinspirasi oleh sebuah temuan yang saya telaah beberapa hari ini. Bagi saya dan mungkin juga kaum ibu, temuan ini cukup menggugah semangat keibuan.  Sejak awal Ramadlan, saya memantau dan mencatat setiap kegiatan para balita yang bermain sambil belajar di saung atikan-ku.  Berdasarkan laporan di buku perkembangan pribadi mereka, hampir semuanya berpartisipasi dalam ngabuburit ini dengan jalan-jalan, main game atau nonton film kartun. Sebuah buku catatan perkembangan pribadi  seorang anak menarik perhatian saya. Di sana tertulis bahwa ia mengisi waktu ngabuburitnya dengan menghafal 1-5 ayat Al-Qur’an, serta 7 kata yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab, Inggris dan Bahasa Sunda (di daerah kami Bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan sehari-hari karena keragaman kultur para penduduk pendatang).  Rasa penasaran menuntun saya untuk berkomunikasi dengan ibunya karena tentu saja ia sangat terlibat dalam kegiatan anknya sehari-hari. Ia seorang single parent yang usianya masih terbilang muda, lulusan sebuah pesantren salaf. Ia menuturkan bahwa anaknya memang sudah diajarkan mengenal huruf Alfabet dan huruf Hijaiyah sejak usia 3 tahun. Sehari-harinya pun, si anak memang dibiasakan untuk minimal dua kali membaca Al-Qur’an walaupun cuma 1-5 ayat; menghapal Al-Qur’an dan mempelajari sejumlah kata dalam berbagai bahasa berdasarkan benda-benda yang ia lihat di rumah, benda-benda atau kejadian yang ia tonton dan ia baca atau dari berbagai mainan yang ia miliki. Alhamdulillah, setahu saya anak ini memang sudah cukup lancar membaca Al-Qur’an dibandingkan teman-temannya yang masih membaca iqro, dan di usianya yang kelima ia sudah hafal juz 30 Al-Qur’an.
Menurutnya, selelah apapun ia bekerja, ia selalu sempatkan waktu untuk menangani pendidikan si buah hatinya. Subhanalloh, seorang ibu yang luar biasa, sabar dan tekun menanamkan nilai-nilai Qur’ani sejak dini.  Di bulan Ramadlan ini, si putri kecil sudah hafal hampir separuh dari surat Al-Baqoroh dan vocabulary-nya sudah mencapai 120 kata. Sang bocah pun tak keberatan dengan metode yang diajarkan sang bunda karena memang dilakukan sambil bermain, sambil nonton TV, kadang-kadang di sela bermain bersama teman-temannya sang anak masih sempat menlafalkan hafalannya. Ia tetap terlihat ceria, tak terbebani, aktif dan tentu saja pintar karena tidak merasa kehilangan waktu bermainnya.  Ramadlan memang selalu penuh dengan hal-hal yang luar biasa.
Metode sederhana dalam pendidikan keluarga ternyata mampu menghasilkan sesuatu yang luar biasa bagi perkembangan intelektualitas, spiritualitas serta moralitas seorang anak. Ilmu pengetahuan seseorang tidak dibatasi ruang dan waktu, demikian pula pengamalan dari ilmu tersebut tidak mengenal jenjang pendidikan dan profesi seseorang. Cara yang dilakukan sang ibu untuk mengisi waktu ngabuburit mungkin bisa menjadi alternatif pilihan ngabuburit yang lebih irit, tetapi kaya nutrisi untuk kecerdasan spiritual anak di masa mendatang. Memang butuk kesabaran, telaten dan kreatif dalam memadupadankan metode bermain dan belajar. Itulah kewajiban dan tugas mulia seorang perempuan bertitel ibu, harus rela berkorban, rajin berkreasi dan berinovasi untuk membuat si buah hati senantiasa merasa nyaman dan fun dengan apa yang diajarkan. Lebih jauh lagi, sang bunda pun jadi belajar dan mengingat kembali , syukur-syukur jadi hafidz…who knows? Intinya, ngabuburit bersama si buah hati tentu akan lebih berarti jika disertai pengabdian untuk mendidik, memanfaatkan sekecil apapun peluang dan sesempit apapun waktu untuk belajar sebagai manifestasi cinta ibu kepada anaknya. Saya pun ingin mengajarkan hal ini pada anak-anak saya kelak (saat ini mungkin ke keponakan dulu). Semoga menjadi inspirasi bagi para ibu dan orang tua yang ingin menepikan si buah hati pada generasi Qur’ani.


Sumber>>http://niahidayati.net

Tidak ada komentar: